SOROTAN KATA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melantik delapan pejabat pimpinan tinggi pratama dan 26 direksi rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan, sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
Budi menyampaikan harapannya, agar para pejabat yang baru dilantik dapat bekerja lebih keras untuk membuat masyarakat hidup lebih sehat dengan memanfaatkan waktu yang ada.
Ia menekankan, pentingnya fokus pada program-program utama transformasi kesehatan. Beberapa program yang akan dimonitor secara personal hingga selesai antara lain pengembangan laboratorium kesehatan masyarakat (labkesmas).
Pengembangan laboratorium tersebut, katanya, akan dilakukan di Balai Besar Kesehatan Masyarakat. Menurutnya, laboratorium itu akan memiliki dua fungsi utama: mendukung layanan laboratorium untuk penyakit-penyakit menular dan melakukan surveilans untuk layanan deteksi dini penyakit.
“Jadi, kalau ada wabah atau potensi wabah atau ada indikasi wabah, adalah tugas laboratorium kesehatan masyarakat untuk dapat mendeteksi secara dini dan cepat,” katanya pada Rabu, 31 Juli 2024.
Menkes Budi menjelaskan jaringan labkesmas telah disusun dan akan dibangun di 514 kabupaten dan kota. Selain itu, bantuan CDC juga telah diminta guna memulai layanan dari level puskesmas. Sebanyak 10.000 puskesmas akan memiliki tugas dan fungsi sebagai lapis pertama dari layanan labkesmas.
Selain itu, katanya, semua alat deteksi dini akan dilengkapi mulai tahun ini. Menurutnya, layanan-layanan deteksi dini ini harus menjadi perhatian pejabat eselon II yang baru saja dilantik.
Hal ini agar Balai Besar Kesehatan Masyarakat dapat mendukung secara baik skrining dan deteksi dini baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular, sehingga intervensi medisnya dapat dilakukan lebih dini dan tanpa membebani rumah sakit.
Ia juga berpesan kepada direksi rumah sakit yang baru untuk memberikan kualitas layanan yang baik, baik dari sisi operasional rumah sakit maupun pelayanan pasien. Selain itu, katanya, rumah sakit vertikal juga harus memiliki kemampuan riset dan pendidikan yang baik, serta mampu menjadi rumah sakit pengampu di wilayahnya.
“Kualitas layanannya harus bagus, keuangannya harus bagus, dan harus ada untungnya. Untungnya bukan ditarik oleh saya atau oleh banyak orang, itu tidak. Keuntungannya dikembalikan lagi untuk dokter, alat, riset, dan yang paling mulia untuk subsidi pasien BPJS yang tidak mampu,” katanya.***