Sering Minta Uang ke Sejumlah Kepala Dinas, Begini Kata AGK

Hukrim203 Dilihat

SOROTAN KATA – Mantan Gubernur Maluku Utara (Malut), Abdul Gani Kasuba (AGK), dalam sidang sebagai terdakwa pada kasus gratifikasi di Pengadilan Negeri (PN) Ternate, mengakui bahwa ia sering meminta uang kepada sejumlah Kepala Dinas jika belum ada pencairan dana untuk perjalanan dinas.

“Kalau belum ada uang perjalanan di keuangan Pemprov Malut, saya meminta uang kepada Kepala Dinas untuk membantu membiayai perjalanan dan kebutuhan selama di luar daerah,” kata mantan Gubernur Malut, AGK, saat menjadi terdakwa dalam kasus gratifikasi di PN Ternate pada Kamis, 1 Agustus 2024.

Di hadapan Majelis Hakim PN Ternate yang dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Rommel Franciskus Tampubolon, didampingi empat hakim anggota, yaitu Haryanta, Kadar Nooh, Moh. Yakob Widodo, dan Samhadi, terdakwa AGK mengaku bahwa sejumlah Kepala Dinas sering dimintai bantuan setiap keluar daerah jika tidak ada dana di keuangan Pemprov Malut.

Saat ditanya soal permintaan uang, AGK mengakui meminta bantuan kepada sejumlah kepala dinas, dan mereka mentransfer uang ke rekening ajudannya.

Bahkan, Plt Kepala Dinas Pemprov Malut, Daud Ismail, merupakan salah satu pejabat yang sering memberikan uang kepada AGK untuk berbagai keperluan, baik untuk perjalanan dinas maupun untuk berobat.

Oleh karena itu, kata AGK, dirinya mengajukan kenaikan pangkat istimewa kepada Daud Ismail, yang saat itu memiliki golongan pangkat IV/a, dinaikkan menjadi IV/b.

Menurut AGK, sejak dilantik menjadi Gubernur Malut pada 3 Januari 2019 hingga berakhir pada 23 Desember 2023 saat OTT KPK, dirinya memiliki 14 orang patwal.

Untuk membuka rekening, hanya ajudan Ramadhan Ibrahim yang digunakan untuk seluruh transaksi. Jika ada uang masuk ke ajudan lainnya seperti Zaldy Kasuba, Deden, dan Ipda Wahidin Tahmid, tetap diminta untuk diserahkan ke Ramadhan.

Baca Juga  BMKG Ternate: Diperkirakan Potensi Hujan Ringan Hingga Lebat di Maluku Utara

Bahkan, uang yang diberikan oleh pejabat di lingkup Pemprov Malut maupun kontraktor langsung diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan, mulai dari biaya sekolah, kuliah, hingga kebutuhan lainnya.

JPU KPK, Andri Lesmana, dalam kesempatan itu menanyakan soal pembangunan sebuah losmen. AGK mengakui bahwa pembangunan losmen di Sofifi itu sumber dananya berasal dari pendapatan, mulai dari gaji, tunjangan, dan pendapatan resmi lainnya yang digunakan untuk membangun losmen tersebut.

Sementara itu, saksi dari BRI, Oktavera Tobing, melalui BAP yang dibacakan oleh JPU KPK, mengakui pernah mencairkan uang sebesar Rp269 juta untuk gaji dan tunjangan milik AGK.

Ada pula uang yang mengalir melalui rekening ajudan AGK bernama Wahidin Tahmid sebesar Rp420 juta, Windi Claudia sebesar Rp624 juta, dan Wiwin Nurlinda Tan sebesar Rp130 juta.***