Connect with us

Hukrim

Mahkamah Konstitusi: Pembari Tenaga Kerja Harus Utamakan TKI

Published

on

Ilustrasi: Tenaga kerja. Pixabay/rupeshtelang.

SOROTAN KATA – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa setiap pemberi kerja harus mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia (TKI) dibanding tenaga kerja asing (TKA) di semua jenis jabatan yang tersedia.

Penegasan ini disampaikan dalam pertimbangan hukum terkait Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang menguji Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Advertisement

“Jika suatu jabatan belum bisa diisi oleh TKI, maka jabatan tersebut dapat ditempati oleh TKA. Namun, penggunaan TKA juga harus mempertimbangkan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta pada Kamis, 31 Oktober 2024.

MK juga mewajibkan pemberi kerja menunjuk TKI sebagai pendamping TKA untuk memungkinkan transfer teknologi dan keahlian dari TKA kepada tenaga kerja pendamping.

Advertisement

“Tujuannya agar tenaga pendamping tersebut memiliki kompetensi untuk menggantikan TKA,” tambah Arief.

MK memahami, mempekerjakan TKA di Indonesia tidak dapat dihindari, terutama untuk sektor-sektor yang membutuhkan keahlian khusus yang belum dimiliki TKI.

Advertisement

Namun, MK menekankan penggunaan TKA harus berdasarkan kebutuhan yang jelas dan terukur tanpa merugikan kesempatan kerja bagi TKI, sesuai dengan amanat UUD 1945 yang menjamin akses kesempatan kerja yang adil bagi warga negara.

MK menyatakan bahwa Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 sebenarnya mengatur tiga kriteria penggunaan TKA, yaitu untuk jabatan tertentu, waktu tertentu, dan kompetensi yang sesuai dengan jabatan tersebut. Namun, ketentuan ini tidak dijelaskan secara rinci, melainkan diserahkan pada peraturan pemerintah.

Advertisement

Menurut MK, hal tersebut berpotensi menimbulkan multitafsir dan bertentangan dengan prinsip jaminan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, khususnya bagi TKI.

Oleh karena itu, MK menyatakan bahwa Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai sebagai berikut:

Advertisement

TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, serta harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang akan ditempati, dengan tetap mengutamakan penggunaan TKI.

“Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, dalil pemohon terkait konstitusionalitas Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 dinyatakan beralasan menurut hukum untuk sebagian,” lanjut Arief.

Advertisement

Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Para pemohon dalam perkara ini mengajukan 71 poin petitum yang oleh MK dikelompokkan dalam tujuh klaster dalil, yaitu penggunaan TKA, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan upah minimum, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon, uang penggantian hak, dan uang penghargaan masa kerja.***

Advertisement
Advertisement

Trending