SOROTAN KATA – Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menciptakan inovasi dalam mengolah limbah kotoran sapi menjadi batako, sebagai salah satu upaya untuk menjaga lingkungan dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Anggota Tim Mahasiswa UGM, Dinda Ramadhan, dalam keterangannya di Yogyakarta pada Senin, 19 Agustus 2024 menjelaskan, program pengolahan limbah ini melibatkan karang taruna di Padukuhan Kulwaru, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Program ini berhasil menarik perhatian masyarakat dan mendapat respons positif sebagai salah satu inovasi,” ujar Dinda.
Dinda menjelaskan bahwa masyarakat Padukuhan Kulwaru sering menghadapi kesulitan dalam mengolah limbah kotoran sapi, meskipun daerah tersebut merupakan salah satu desa yang sangat bergantung pada sektor pertanian dan peternakan.
“Limbah kotoran sapi yang dihasilkan setiap hari belum diolah dengan baik, sehingga warga kesulitan menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan,” katanya.
Menurut Dinda, seekor sapi rata-rata dapat menghasilkan 8-10 kilogram kotoran per hari, atau setara dengan 2,6-3,6 ton per tahun.
Dengan demikian, kawasan peternakan tersebut dapat menghasilkan lebih dari 100 kilogram limbah per hari.
Oleh karena itu, inovasi batako dari kotoran sapi yang diberi nama “Batako Bawono” ini hadir sebagai solusi alternatif untuk pengolahan limbah tersebut.
“Produksi Batako Bawono dapat menyerap sebanyak 61,8 persen kotoran dari total limbah yang dihasilkan setiap hari,” tambahnya.
Melihat respons positif dari masyarakat, Dinda dan tim berkomitmen untuk melanjutkan pemberdayaan masyarakat melalui program Batako Bawono ini.
Nantinya, Karang Taruna Karya Muda Wetan yang aktif mengikuti program ini akan dibina untuk mengembangkan usaha dan bisnis batako Bawono.
Selain itu, karang taruna ini juga diharapkan menjadi pusat pembelajaran pembuatan batako berbahan dasar limbah kotoran sapi di Yogyakarta.
Dinda mengungkapkan, mayoritas masyarakat di Padukuhan Kulwaru, sekitar 80 persen, bekerja sebagai petani dan peternak.
Menurutnya, ada berbagai jenis ternak yang dikembangkan di desa tersebut, seperti sapi, kambing, ayam, lele, nila, hingga gurame.
Masyarakat setempat juga sudah mengenal pengolahan limbah kotoran sapi menjadi pupuk organik.
“Sayangnya, solusi tersebut belum cukup untuk mengolah seluruh limbah kotoran sapi yang dihasilkan,” ujarnya.
Inovasi ini diinisiasi oleh kolaborasi mahasiswa dari tiga program studi di UGM, yaitu Teknologi Veteriner, Ilmu dan Industri Peternakan, serta Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil.
Inovasi dan pemberdayaan masyarakat dalam program Batako Bawono ini telah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian pada Masyarakat.***