Connect with us

Politik

Junjung Tinggi Toleransi, Sultan Tidore ke 37 Paparkan Kiprah Sultan Ahmadul Mansyur

Published

on

Husain Alting Sjah, Sultan Tidore ke 37 yang juga calon Gubernur Maluku Utara dengan nomor urut 1.

SOROTAN KATA – Husain Alting Sjah, Sultan Tidore ke 37, saat berkampanye di Desa Minamin, Kecamatan Wasile Selatan, Halmahera Timur pada Minggu, 13 Oktober 2024, memaparkan kiprah Sultan Ahmadul Mansyur menjunjung tinggi toleransi.

Pada Pilgub Maluku Utara 2024, Sultan Tidore ke 37 Husain Alting Sjah berpasangan dengan Asrul Rasyid Ichsa, mengusung Jargon Has Kie Raha nomor urut 1.

Advertisement

Sultan Tidore mengatakan bahwa, dirinya tidak ingin melihat umat Islam dan Kristen bertikai.

“Saya sebagai Sultan, tidak ingin melihat umat Islam dan Kristen bertikai,” ujar calon gubernur Maluku Utara, Husain Alting Sjah.

Advertisement

Sultan Tidore ke 37 itu menegaskan, dirinya lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang menjunjung  tinggi toleransi. Ia menceritakan leluhurnya, Sultan Ahmadul Mansyur, yang memberikan izin untuk pekabaran Injil di Papua.

Bagaimana Injil Masuk ke Tanah Papua?

“Pada masa itu, tidak ada yang bisa masuk ke Papua untuk menyebarkan ajaran agama. Dua penginjil dari Belanda dan Jerman, Carl Willem Ottow dan Johann Gotlob Geisler, meminta izin kepada Sultan Ahmadul Mansyur untuk mengabarkan Injil di tanah Papua. Sultan, seorang muslim yang alim, mengizinkan mereka,” ungkap Sultan Tidore ke 37.

Advertisement

Tahun 1855, ketika Papua berada di bawah kekuasaan Kesultanan Tidore, Sultan Ahmadul Mansyur mengirim 36 bobato terbaiknya untuk mengawal Ottow dan Geisler ke Papua dengan kapal terbaik dari Kesultanan Tidore.

“Sultan memerintahkan bobato untuk mengawal, melayani, dan menjaga keselamatan kedua penginjil itu. Sultan juga menekankan bahwa tidak boleh ada yang mengancam atau melukai mereka. Sebab, penginjil-penginjil sebelumnya tidak pernah berhasil,” paparnya.

Advertisement

Rombongan ini kemudian berlabuh di Mansinam, sebuah pulau di timur Teluk Doreri, Manokwari, Papua Barat. Ottow dan Geisler pun menjadi penginjil pertama yang menyebarkan Injil di Papua dengan restu Sultan Ahmadul Mansyur.

“Jadi, jangan ajari saya tentang toleransi, karena toleransi sudah mengalir dalam darah saya,” tegas Sultan Husain.

Advertisement

Peran Kesultanan Tidore dalam menjaga toleransi beragama juga terlihat saat konflik horizontal di Maluku Utara pada 1999-2000. Di Oba, umat Kristiani sempat mengungsi, meninggalkan kampung halamannya karena ketakutan.

Husain Alting Sjah, yang saat itu menjabat sebagai Kapita Lao (Panglima Laut), mendatangi para pengungsi dan memanggil mereka untuk kembali ke kampung asal mereka.

Advertisement

“Yang dari Durian, balik ke Durian. Yang dari Akekolano, balik ke Akekolano. Saya panggil semua pulang. Selama tanah mereka belum dijual, mereka harus kembali ke kampung halamannya. Sekarang, mereka hidup rukun dan damai,” ujar Sultan Husain.

Salah satu keinginan terbesar Sultan Husain adalah menyatukan umat beragama di Maluku Utara. Oleh karena itu, ia mengajak umat Kristiani untuk bersama-sama menyelamatkan Maluku Utara.

Advertisement

“Jika saya terpilih jadi gubernur, saya ingin kita semua, Islam dan Kristen, hidup rukun dan menjadi contoh terbaik bagi dunia. Kalau mau belajar tentang toleransi, datanglah ke Maluku Kie Raha,” ucapnya.

Sultan juga menegaskan bahwa jika terpilih nanti, istri, anak-anak, dan keluarganya tidak akan terlibat dalam urusan pemerintahan atau proyek.

Advertisement

“Saya juga sudah meminta keluarga saya untuk tidak bersikap sewenang-wenang. Saya bilang ke istri saya, kalau saya terpilih, selama lima tahun ke depan, dia harus kuat mendampingi saya, dan tidak ada keluarga yang terlibat dalam pemerintahan atau proyek,” tegasnya.

Di akhir kegiatan, rombongan Sultan didoakan oleh Pendeta Yermina Kelpitna, S.Th.

Advertisement

“Semoga perjalanan Sultan selama di Halmahera diberkati Tuhan,” ujar pendeta.

Sebelum memulai kampanyenya, Sultan Husain menyempatkan diri memimpin doa untuk almarhum Benny Laos, salah satu kandidat Pilkada 2024 yang meninggal dunia pada Sabtu, 12 Oktober 2024 akibat kecelakaan speedboat BELA 72 di Pelabuhan Bobong, Kabupaten Pulau Taliabu.

Advertisement

Mamberob Y. Rumakiek Paparkan Peran Kesultanan Tidore dalam Toleransi

Mamberob Y. Rumakiek, Anggota DPD asal Papua Barat 2019-2024, saat kunjungannya ke Maluku Utara pada Kamis, 19 November 2020 lalu mengatakan, Kesultanan Tidore dikenal sebagai kerajaan Islam, namun pengaruh Islam di Papua yang dibawa oleh Kesultanan Tidore tidak dilakukan dengan cara pemaksaan.

Terdapat hubungan kekeluargaan yang terjalin antara kedua pihak, baik Muslim maupun non-Muslim, yang masih berlangsung hingga saat ini.

Advertisement

“Saudara-saudara kita dari Biak yang tinggal di sini, beberapa di antaranya sudah menjadi Muslim, tanpa adanya pemaksaan. Di pesisir, kami memiliki hubungan yang sangat dekat dengan orang Tidore. Ketika Natal, kami merayakan Natal, dan saat Lebaran, kami melakukan halal bi halal bersama,” ujarnya.

Carl Willem Ottow dan Johann Gottlob Geisler, dua penginjil berkebangsaan Belanda dan Jerman, tiba di Papua pada tahun 1855 M melalui Kesultanan Tidore.

Advertisement

Sebelum misi penginjilan ini, hubungan antara Papua dan Kesultanan Tidore telah terjalin melalui Kepulauan Raja Ampat. Ajaran Kristen kemudian menyebar ke kawasan Teluk Cenderawasih, di Biak, dan Yapen (Serui), serta hingga ke wilayah ‘Kepala Burung’ (Sorong).

Dengan demikian, jelas bahwa peradaban Islam dan Kristen berjalan berdampingan di Papua, dan hingga kini tidak ada masalah. Bahkan, hubungan tersebut telah berkembang hingga menjadi hubungan keluarga.***

Advertisement
Advertisement

Trending