Lingkungan Megersari Dapat Bantuan 6.000 Liter Air Bersih dari BPBD Ponorogo

Daerah256 Dilihat

SOROTAN KATA – BPBD Ponorogo, Jawa Timur, mulai mendistribusikan bantuan air bersih ke sejumlah daerah yang terdampak kekeringan dan krisis air selama beberapa pekan terakhir.

Kepala BPBD Ponorogo, Triadi Atmono, pada Selasa, 30 Juli 2024 mengatakan, penyaluran bantuan air bersih dilakukan berdasarkan permohonan dari pemerintah desa atau lingkungan yang terdampak kekeringan.

Salah satu daerah yang menjadi perhatian BPBD adalah Lingkungan Magersari, Dusun Sukun, Desa Sidoharjo, Kecamatan Pulung, di mana warganya sempat menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan air konsumsi dan MCK.

“Hari ini kami mendistribusikan 6.000 liter air bersih untuk Lingkungan Magersari. Kami yakin ini cukup untuk kebutuhan dasar selama satu pekan ke depan,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo, Agung Prasetyo.

Lingkungan Magersari merupakan salah satu titik kekeringan yang sedang terjadi, selain itu masih ada 13 titik lain yang juga membutuhkan bantuan air bersih.

Pihaknya berbagi waktu dan tenaga untuk mengirim air ke berbagai wilayah di Ponorogo.

“Puncak kekeringan diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus nanti, sebagian wilayah sudah mengalami kekeringan, sebagian lagi masih memiliki sumber air bersih walaupun terbatas,” jelasnya.

Nurhadi, Ketua RT setempat, menyebutkan bahwa bantuan air bersih dari BPBD seperti oase di tengah gurun.

Warganya sudah beberapa bulan terakhir menggunakan air sungai, yang tidak layak untuk kebutuhan dasar termasuk konsumsi.

“Air sungai itu kandungan kapurnya tinggi, ditambah warna airnya yang kecoklatan. Jadi kami bersyukur akhirnya mendapatkan bantuan air bersih dari BPBD,” katanya.

Ia menjelaskan, di wilayahnya sebenarnya terdapat depo air isi ulang, namun warga lebih memilih menggunakan air sungai karena harga satu galonnya Rp7.000.

Baca Juga  Pengobatan Gratis, Polres Kepulauan Tanimbar Adakan Klinik Terapung

Warga keberatan, karena kondisi ekonomi mereka sehari-hari bekerja sebagai buruh petik daun kayu putih.

“Di sini semua pekerjaannya sebagai buruh petik daun, kalau harus membeli air seharga Rp7.000 per galon tentu tidak mampu, sangat keberatan,” pungkas Nurhadi.***