Connect with us

Daerah

Peran Tuan Guru dari Tidore dalam Menyebarkan Islam di Cape Town, Afrika Selatan

Published

on

Tuan Guru, yang memiliki nama asli Imam Abdullah Qadhi Abdussalam, adalah seorang tokoh besar di Cape Town, Afrika Selatan. Facebook/@wardiyakub.
Tuan Guru, yang memiliki nama asli Imam Abdullah Qadhi Abdussalam, adalah seorang tokoh besar di Cape Town, Afrika Selatan. /Facebook/@wardiyakub/

SOROTAN KATA – Tuan Guru Imam Abdullah Qadhi Abdussalam lahir di Tidore pada tahun 1712 dan wafat di Cape Town pada tahun 1807 dalam usia 95 tahun. Beliau ditangkap, ditahan, dan diasingkan sebagai tahanan politik oleh Pemerintah Belanda karena dianggap menggalang perlawanan terhadap penjajahan.

Tuan Guru merupakan tokoh penting dalam penyebaran Islam di Afrika Selatan, sekaligus orang pertama yang mendirikan masjid dan sekolah di negara tersebut. Sebagai bentuk penghormatan atas jasanya, Presiden Nelson Mandela mengangkat Tuan Guru sebagai Pahlawan Nasional Afrika Selatan.

Advertisement

Tuan Guru tiba di Cape Town pada tahun 1780 dengan kapal VOC Zeepard saat usianya menginjak 68 tahun. Pengasingannya ke Cape Town oleh Belanda bertujuan menghalangi interaksinya dengan Inggris, musuh utama Belanda pada masa itu.

Dalam masa pengasingannya, Tuan Guru mendirikan madrasah pertama di Afrika Selatan pada tahun 1793. Tidak lama kemudian, ia membangun masjid pertama, yaitu Masjid ul-Awwal. Sebagai seorang hafiz, Tuan Guru menulis ulang Al-Qur’an dari ingatannya saat ia ditahan di Pulau Robben.

Advertisement

Beliau juga menulis kitab Ma’rifat wal Iman wal Islam (Pengetahuan Iman dan Agama) setebal 613 halaman yang menjadi panduan umat Muslim Cape Town dalam mempelajari Islam. Karyanya ini, bersama perjuangannya, menjadikan Tuan Guru sangat dihormati di Afrika Selatan.

Rakyat Dijadikan Budak: Perlawanan Tuan Guru Terhadap Penjajahan

Penjajahan yang memaksa rakyat menjadi budak di tanah kelahiran mereka sendiri bertentangan dengan prinsip Tuan Guru sebagai bangsawan Kesultanan Tidore. Bagi Tuan Guru, penjajahan adalah kejahatan yang harus dilawan karena setiap manusia adalah khalifah fil-ardh (pemimpin di bumi) yang harkat dan martabatnya wajib dihormati (Marasabessy, 2005: 89).

Advertisement

Pada 1770, insiden besar yang dikenal dengan nama Pero atau Potong Tali terjadi di Semenanjung Ngolopopo. Peristiwa ini menyebabkan banyak tentara Belanda terjebak dan tewas tertimbun batu. Tuan Guru memimpin perlawanan gerilya dari Semenanjung Patani, Pulau Gebe (Halmahera Tengah), hingga Kepulauan Raja Ampat. Di sana, ia bekerja sama dengan Raja Salamati (Arfaan) dan Raja Waigeo (Amir Tajuddin).

Namun, pada 1763, gerakan Tuan Guru terendus oleh Belanda. Ia ditangkap dan dituduh bersekongkol dengan Inggris. Dalam arsip Belanda, ia dijuluki Baditen Rollen (bandit). Bersama tiga saudaranya—Abdurrauf, Badaruddin, dan Nurul Imam—Tuan Guru diasingkan ke Ternate, Ambon, Batavia (Jakarta), hingga akhirnya ke Cape Town.

Advertisement

Pengasingan dan Perjuangan Tuan Guru di Cape Town

Di Cape Town, Tuan Guru ditempatkan di kandang kuda sebelum dipindahkan ke Penjara Robben Island, tempat ia ditahan selama 14 tahun. Di penjara yang sama dengan tempat Nelson Mandela pernah ditahan, Tuan Guru menulis mushaf Al-Qur’an dari ingatannya. Penulisan mushaf dan manuskrip ini merupakan tradisi Kesultanan Tidore dan Ternate, di mana kalangan istana terlibat aktif.

Setelah dibebaskan pada 1793, Tuan Guru memilih tetap tinggal di Cape Town untuk menyebarkan ajaran Islam. Ia mendirikan Masjid ul-Awwal di Jalan Dorp dan menjadi imam pertama di sana. Masjid ini menjadi pusat kebudayaan Islam di Cape Town, dan karya-karya Tuan Guru memberikan dampak besar pada pendidikan Islam di Afrika Selatan.

Advertisement

Komunitas keturunan Indonesia di Afrika Selatan menganggap Tuan Guru sebagai bapak pendiri komunitas Cape Malay. Istilah Cape Malay merujuk pada Muslim dari Nusantara yang diasingkan oleh Belanda sejak 1658, serta Muslim dari India dan Afrika Timur.

Hingga kini, warisan Tuan Guru sebagai ulama Indonesia yang berdakwah di Afrika Selatan terus dikenang. Beliau tidak hanya dikenal sebagai pendiri masjid dan madrasah pertama, tetapi juga simbol perlawanan terhadap ketidakadilan penjajah.***

Advertisement
Advertisement

Trending