SOROTAN KATA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, melantik Dr. Safrizal sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Aceh yang baru, menggantikan Bustami Hamzah. Safrizal sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Administrasi Wilayah di Kementerian Dalam Negeri.
“Ini adalah kepercayaan yang diberikan oleh Presiden kepada penjabat yang baru dan tentu merupakan amanah dari Allah yang harus kita jalankan,” kata Tito Karnavian dalam keterangannya di Banda Aceh pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Pelantikan tersebut berlangsung di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Kamis, 22 Agustus 2024. Acara ini juga dihadiri oleh Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haytar.
Mendagri Tito Karnavian, yang membacakan surat keputusan (SK) dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, menjelaskan bahwa penunjukan Safrizal sebagai Pj Gubernur Aceh merupakan keputusan langsung dari Presiden.
Pelantikan Safrizal dilakukan setelah Bustami Hamzah mengundurkan diri untuk maju sebagai salah satu calon Gubernur Aceh dalam Pilkada 2024.
Tito menekankan, Safrizal memiliki tugas penting dalam waktu dekat, yaitu menyukseskan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan segera dilaksanakan di Aceh dan Sumatera Utara.
“Saya mencari calon yang kriteria utamanya adalah mampu menjalankan pelaksanaan PON. Waktu sangat terbatas, dan penjabat baru harus paham tentang Aceh serta mampu membangun komunikasi yang baik dengan semua pemangku kepentingan,” jelas Tito.
Tito juga mengungkapkan, Safrizal dipilih karena dianggap memahami Aceh dan masalah PON, terlebih lagi Safrizal merupakan putra asli dari Aceh.
“Jujur, saya tidak punya pilihan lain selain Safrizal. Beliau adalah putra Aceh yang mengenal kondisi Aceh dengan baik, dan sebagai Dirjen Administrasi Kewilayahan Kemendagri, beliau juga mengikuti perkembangan PON,” tambahnya.
Selain fokus pada PON, Tito juga menekankan pentingnya Safrizal untuk menyukseskan Pilkada di Aceh dan memastikan pelaksanaan pesta demokrasi di Aceh berjalan dengan aman dan damai.
Ia mengingatkan, penyelenggaraan Pilkada yang aman dan damai adalah hal yang wajib, terutama mengingat sejarah konflik yang pernah terjadi di Aceh.
“Apalagi di tengah polarisasi masyarakat. Pemilu itu seringkali memecah masyarakat atas nama demokrasi, dan potensi konflik ini harus dikelola dengan baik agar tidak meledak,” tutup Tito Karnavian.***